Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
in feeds
250x250

Bupati Anas Membajak Sawah pada Acara Festival Padi

Bupati Anas Membajak Sawah pada Acara Festival Padi

Acara Festival Padi

Banyuwangi- Ribuan masyarakat menyemut di sepanjang jalan yg memisahkan antara berhektar-hektar sawah dan kantor balai desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore. Laki-laki, perempuan, tua, muda, pejabat, rakyat hingga pelajar, semua tumplek blek ikut dan mencicipi kemeriahan Festival Padi yg pertama kali digelar di Banyuwangi, Rabu (20/7).

Festival padi kali ini, tidak semacam festival adat pada umumnya yg didominasi tari dan kesenian. Namun, lisan kebudayaan agrikultur kala memulai masa tanam yg memadukan antara kultur dan spritualitas yg biasa dikenal sebagai tiris menjadi daya tarik tersendiri.

"Bukan hanya gebyar, tapi festival padi ini nguri-nguri tradisi. Ada kultur, ada spritual dalam sistem bercocok tanam di Banyuwangi yg wajib dilestarikan dan diwariskan terhadap generasi selanjutnya," papar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas kala sambutan.

Diawali dengan arak-arakan tiga tipe tumpeng yg bersumber dari tiga penjuru, prosesi upacara tiris. Yakni tumpeng gunung, bucung, dan kunir. Tak sekedar tumpeng, tetapi ada makna filosofis yg melatarbelakanginya. "Tumpeng gunung perlambang kejujuran, bucung lambang ketekunan dan kunir merupakan cahaya," ungkap Prayitno, dalang yg memimpin prosesi tiris dalam bahasa Jawa.

Seusai prosesi ritual yg ditutup dengan doa, semua masyarakat dan tamu undangan menyantap tumpeng yg digelar di sepanjang jalan pingiran sawah itu. Bahkan, Bupati Anas bersama jajaran forum ceo kawasan (forpimda) ikut berbaur menyantap tumpeng.

Prosesi tiris dilanjutkan dengan penempatan cok bakal di pintu air mutlak yg mengaliri sawah-sawah. Cok bakal berupa ubo rampe yg berisi kembang tiga warna, madu, dan yg akan terjadi bumi dibungkus kecil-kecil dengan daun pisang. Peletakannya dilakukan oleh Bupati Anas. Menandai prosesi tanam padi mulai dilaksanakan.

Di sawah seluas 2 Ha dari 400 Ha sawah di Sumbergondo, para pejabat dan masyarakat berbaur untuk mencoba beberapa tahapan menanam padi. Mulai membajak, meratakan sawah hingga menancapkan bibit padi, menjadi sajian yg seru dalam festival tersebut.

Bupati Anas dan semua Forpimda, lengkap dengan seragam kebesarannya, turun bersama di sawah berlumpur. Mereka turut membajak sawah dengan mengendarai singkal (bajak) tradisional yg ditarik dua kerbau, hingga ikut menanam padi (tandur) dengan berlangsung mundur.

"Sengaja kita (forpimda) tetap mengenakan seragam lantas turun ke sawah, supaya dapat menunjukkan rasa bangga terhadap para petani," ucap Anas setelah membajak sawah.

Pada peluang tersebut, ratusan pelajar juga ikut dilibatkan. Hal ini sebagai bentuk pengenalan terhadap generasi selanjutnya terhadap beberapa tradisi dalam dunia pertanian. "Agar mereka (pelajar) mengetahui sawah dan pertanian. Karena saat ini menjadi petani mulai ditinggalkan oleh generasi muda," tuturnya.

Dengan Festival Padi ini, diinginkan dapat mendongkrak citra petani. Menjadi petani merupakan faktor yg bermartabat dan amat penting dalam menjamin ketahanan pangan. "Kita libatkan anak belia dan pelajar, supaya terekam dalam memori mereka bahwa menjadi petani itu merupakan faktor yg penting," tutur Anas. "Dengan festival inilah, kami menyentuh kepercayaan diri petani," imbuhnya.

Banyuwangi sebagai lumpung padi di Jawa Timur menjadi harapan dalam memenuhi suplai beras di Jawa maupun Indonesia timur. Pada Semester pertama tahun 2016, tingkat produktivitas padi di Banyuwangi mencapai  65,30 Kwintal/ Hektar. Sampai bulan Juni kemarin, ada 424.998 ton padi yg dipanen dari 64.967 Ha sawah. Sedangkan ketersedian berupa beras mencapai 247.080,25 ton. Dengan anggapan kebutuhan konsumsi riil penduduk Banyuwangi yg mencapai 71.855,21 ton. Ada surplus beras di Banyuwangi yg mencapai 175.225,03 yg disalurkan ke luar daerah.

Dengan posisi Banyuwangi yg amat strategis tersebut, Pemkab Banyuwangi berusaha untuk semakin mempertahankan status sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Timur. Selain semakin menekan konversi persawahan dan lahan subur menjadi lahan pembangunan melewati Perda Tata Ruang, Pemkab Banyuwangi juga semakin berusaha meneruskan ketersedian petani di Banyuwangi. "Siapa bilang menjadi petani tidak dapat sukses. Dengan konektivitas, tidak ada yg membedakan antara kehidupan di desa dengan di kota. Smeua sama," pungkasnya. (humas)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel