Panduan Usaha Budidaya Tanaman Tebu
Panduan Usaha Budidaya Tanaman Tebu
Usaha Budidaya Tebu - Kontribusi varietas tebu kepada peningkatan produktivitas gula lumayan nyata, mengingat produksi tanaman merupakan hasil kerjasama antara sifat genetis (varietas) dengan faktor lingkungannya. Keunggulan sebuah varietas tak bersifat mutlak alias terus menerus, tetapi dalam kurun waktu tertentu akan mengalami penurunan (degradasi). Oleh alasannya itu pergantian varietas unggul baru merupakan langkah strategis dalam menanggulangi kasus produktivitas.
Lembaga resmi yg diberi amanah untuk membuatkan varietas tebu oleh pamerintah ialah P3GI yg pasti saja dengan bekerja sama dengan beberapa lembaga penelitian yg ada di Indonesia dan di negara lain. Plasma nutfah tebu diperoleh dari beberapa negara antara lain Formosa (kode F), Mauritius (M), Quinsland (Q), dan beberapa negara lainnya yg potensial. Varietas tebu yg unggul diperoleh melewati jalur;
Paradigma keunggulan sebuah varietas, kini tak sama dengan di waktu lampau. Dahulu untuk seluruh kawasan hanya dikenal satu alias dua varietas unggul (satu untuk semua daerah), tetapi kini varietas unggul yg ada merupakan lokal spesifik (hanya unggul untuk kawasan tertentu).
Sebagai contoh, dulu dikenal varietas POJ 3016 yg unggul untuk semua daerah, tetapi sekali varietas ini terserang sebuah penyakit akibatnya fatal bagi seluruh daerah.
Mengingat tebu wajib dipanen pada ketika yg relatif serempak, tetapi ditanam dengan waktu yg bergiliran (lebih panjang), jadi diatur varietas dengan umur masak yg berbeda, yaitu masak awal (± 8 - 10 bulan), masak tengah (± 10 - 12 bulan) dan masak lambat (>12 bulan).
Varietas unggul dengan sifat masak lambat telah agak jarang dipakai contohnya POJ 3016 dan PS 86-10029. Varietas masak tengah yg tak sedikit dipakai merupakan BZ 148, PS 30, dan PS 56, dan PS 851, sedangkan untuk masak cepat ialah F 154, M 442-51, PS 81-1321, PS 92-3092, dan PS 80-1649.
Untuk PG luar Jawa seleksi dilakukan untuk memperoleh variable unsur spesifik (sifat unggul lokal). Mereka umumnya mendatangkan galur unggulan dari luar dan diseleksi di lokasi untuk memperoleh varietas yg diinginkan. Hasil seleksi tersebut diberi nama sesuai nama daerahnya, umpama GM untuk Gunung Madu, GP untuk Gula Putih.
Bahan tanaman bagi kebun tebu merupakan bibit tebu yg bentuknya bisa berupa bibit, rayungan, bagal alias top stek. Bibit yg dipakai dipilih dari varietas - varietas yg sesuai untuk lahan sawah yg dengan cara umum mempunyai ciri bobot tinggi alias bobot sekaligus rendemen yg tinggi.
Produksi yg tinggi pada kondisi fisik dan lingkungan di lahan kering, jadi diharapkan bibit tebu dengan varietas yg sesuai untuk lahan kering. Varietas tebu untuk lahan kering wajib mempunyai sifat-sifat tertentu, antara lain; (a) mempunyai daya tahan kekeringan, (b) mudah berkecambah, cepat beranak, jangka waktu keluar anakan yg agak panjang dan bertunas banyak, (c) mempunyai daya tahan kepras yg baik, (d) rendemen tinggi, (e) mudah diklentek, (f) tahan roboh.
Pada kini terutama di Jawa penggunaan varietas unggul belum dilakukan sesuai dengan lokasi penanaman. Umumnya petani memakai varietas yg ada tanpa mempertimbangkan potensi hasilnya.
Bibit tebu yg dipakai wajib berkualitas baik. Budidaya tebu bibit diusahakan melewati beberapa tingkat kebun bibit yaitu berturut-turut dari Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI), dan Kebun Bibit Datar (KBD). Dengan penanaman dengan cara bertingkat tersebut, nilai bibit yg hendak ditanam di Kebun Tebu Giling (KTG) menjadi lebih baik alasannya dari satu tingkat kebun bibit ke tingkat berikutnya mengalami proses seleksi.
Tabel 12. Potensi Hasil Beberapa Varietas Tebu Unggul
Sumber : P3GI (diolah)
Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor yg sangat menentukan bagi keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit tebu yg baik merupakan bibit yg berusia lumayan (5 - 6 bulan), murni (tidak tercampur dengan varietas lain), leluasa dari hama penyakit dan tak mengalami kerusakan fisik.
Untuk memperoleh bibit yg baik dan mencukupi diharapkan kebun bibit yg dikelola dengan baik pula. Pada umumnya komposisi kebutuhan bibit dari Kebun Bibit Datar (KBD) untuk Kebun Tebu Giling (KTG) merupakan 1 : 8 yaitu dari 1 ha KBD dihasilkan bibit tebu yg lumayan untuk 8 ha KTG untuk lahan sawah dan 1 : 3 untuk lahan kering.
Pada dasarnya pengelolaan kebun bibit hampir sama dengan kebun tebu giling dari pengolahan tanah hingga panen (tebang). Pada kebun bibit tak dilakukan pengkletekan dengan tujuan untuk mengurangi penguapan seusai ditebang dan melindungi mata tunas baik pada masa pemeliharaan maupun pada ketika pengangkutan. Dosis pupuk yg dipakai umumnya merupakan 800 kg ZA, 200 kg SP-36, 200 kg KCl tiap ha.
Peranan bioteknologi dalam industri bibit baru dilakukan pada proses perbanyakan bibit. Dibandingkan metode konvensional (kebun bibit), perbanyakan dengan kultur jaringan sanggup memperpendek dan mempercepat pengadaan bibit untuk di lapangan.
Tanaman tebu bisa tumbuh di kawasan beriklim panas dan sedang (daerah tropik dan subtropik) dengan kawasan penyebaran yg sangat luas yaitu antara 35o LS dan 39o LU. Unsur - unsur iklim yg penting bagi pertumbuhan tanaman tebu merupakan curah hujan, sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara.
Tanaman tebu tak sedikit memperlukan air selagi masa pertumbuhan vegetatifnya, tetapi menghendaki kondisi kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif supaya proses pemasakan (pembentukan gula) bisa berjalan dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, jadi dengan cara ideal curah hujan yg diharapkan merupakan 200 mm per bulan selagi 5 - 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 - 5 bulan berturutan dengan curah hujan tak lebih dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 - 3.000 mm dengan penyebaran hujan yg sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan kawasan yg sesuai untuk pengembangan tanaman tebu.
Radiasi sinar matahari sangat diharapkan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yg menghasilkan gula. Jumlah curah hujan dan penyebarannya di sebuah kawasan akan menentukan besarnya intensitas radiasi sinar matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yg bisa mengurangi akumulasi gula alasannya meningkatnya proses pernafasan.
Angin dengan kecepatan tak lebih dari 10 km/jam merupakan baik bagi pertumbuhan tebu alasannya bisa menurunkan suhu dan kadar CO2 di kurang lebih tajuk tebu jadi fotosintesis tetap berjalan dengan baik. Kecepatan angin yg lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa menyebabkan robohnya tanaman tebu yg telah tinggi.
Suhu sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, alasannya suhu terutama menghipnotis pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari yg hangat alias panas dan suhu malam hari yg rendah diharapkan untuk proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 - 30 oC, beda suhu musiman tak lebih dari 6o, dan beda suhu siang dan malam hari tak lebih dari 10o.
Kelembaban udara tak tidak sedikit berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air lumayan terdapat di dalam tanah, optimumnya < 80%.
Tanah merupakan faktor fisik yg paling penting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman tebu bisa tumbuh dalam beberapa tipe tanah, tetapi tanah yg baik untuk pertumbuhan tebu merupakan tanah yg bisa menjamin kecukupan air yg optimal. Tanah yg baik untuk tebu merupakan tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung, baik yg berpasir dan lempung liat.
Derajat keasaman (pH) tanah yg paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 - 7,0. Tanah dengan pH di bawah 5,5 tak lebih baik bagi tanaman tebu alasannya dengan kondisi lingkungan tersebut sistem perakaran tak bisa menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) tak jarang mengalami kekurangan unsur P alasannya mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya alasannya unsur Fe yg diharapkan untuk pembentukan daun tak lumayan tersedia. Tanaman tebu sangat tak menghendaki tanah dengan kandungan Cl tinggi.
Berpedoman pada syarat tumbuh tanaman tebu, jadi faktor pembatas mutlak untuk tanaman tebu merupakan kesuburan tanah, solum tanah, kemiringan lereng dan tekstur tanah. Pengusahaan tanaman tebu wajib dilakukan pada tanah dengan kemiringan <8%. Tanah dengan kelas S1, S2 dan S3 tanpa faktor pembatas yg berat merupakan klas lahan yg sesuai untuk tanaman tebu. Sebaran lahan tebu di Indonesia disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Lokasi Lahan Tebu di Indonesia Berdasarkan Tipe Iklim dan Jenis Tanah
Sumber : Tjokrodirjo, 2000
Dari persyaratan tumbuh untuk tanaman tebu bisa diringkaskan sebagai berikut (Tabel 14).
Tabel 14. Ringkasan Persyaratan Tumbuh Tebu
Komponen
Syarat Tumbuh
Korelasi *)
(dgn rendemen)
Letak lintang
35o LS dan 39o LU
Iklim
Curah hujan
1.500 – 3.000 mm per tahun dengan 4-5 bulan kering nyata
-0,70
Penyinaran matahari
Matahari penuh tanpa awan
-0,37
Suhu optimum
24-30o
Suhu maksimum
32o
-0.66
Angin
< 10 km/jam
Kelembaban udara
< 80%
Tanah
Topografi
0 – 5%,
Sifat fisik
Drainase baik, tak ada batuan di permukaan (< 40 cm), solum dalam (> 60cm)
Sifat kimia
pH 5,5 – 7,0, ketersediaan hara seimbang, tak terdapat Cl dalam jumlah banyak
Kelas kesesuaian
S1, S2, S3 tanpa faktor penghambat yg berat
Keterangan : *) = Windiharto dan Chujaemi (2000)
Teknik Usaha Budidaya Tanaman Tebu
Secara garis besar budidaya tebu bisa dibagi menjadi dua sistem, yaitu reynoso dan tebu lahan kering. Sistem reynoso dipakai pada lahan sawah yg pelaksanaannya sebagian besar dengan cara manual. Sedangkan tebu lahan kering teknik budidaya dilakukan dengan cara mekanisasi dan pengairannya sangat tergantung dari curah hujan alias suplisi air hanya di ketika periode kritis.
Pada umumnya budidaya tebu sawah dilaksanakan dengan sistem reynoso, yaitu sebuah sistem budidaya tebu yg didesain untuk lahan basah, jadi diharapkan sebuah saluran (got) untuk mengatur muka air tanah.
Pada sistem reynoso lahan dibuka dengan satuan 1 hektar sebagai luasan pokok. Kemudian dibangun bukaan dengan membikin saluran membujur (got malang) dan saluran melintang (got malang). Luasan satu hektar dibagi menjadi 10 petak (bak) yg dibatasi oleh got malang dan got mujur. Pembuatan got ini dengan cara total dilakukan dengan cara manual.
Pada sistem reynoso juringan dibangun dengan cara manual dengan ukuran panjang 10 m dan lebar sentra ke sentra (pkp) 1,10 m, jadi dalam satu hektar diperoleh 1.400 celah tanam. Namun apabila tanah terus subur jumlah juringan dibangun lebih sedikit dari 1.400 juring. Juringan dibangun sedalam 40 cm supaya nantinya perakaran bisa berkembang dengan baik. Mutu juringan sangat berpengaruh kepada pertumbuhan tanaman selanjutnya.
Bibit yg dipakai di lahan sawah bisa berupa bibit bagal alias bibit rayungan. Umumnya digunkaan bibit dengan 2 mata untuk menjaga kepastian tumbuh. Dalam satu meter juringan ditanam 5 - 6 stek bibit. Waktu tanam yg ideal untuk tebu sawah merupakan bulan Mei - Juni, jadi pada ketika panen bulan Juli - September tanaman telah lumayan masak dan mempunyai bobot tebu yg tinggi.
Penanaman bibit diusahakan supaya mata bibit menghadap ke samping. Apabila mata bibit menghadap keatas jadi tunas akan timbul lebih dulu pada permukaan tanah daripada mata bibit yg menghadap kebawah. Keadaan tersebut dikarenakan oleh waktu yg diharapkan oleh tunas untuk mencapai permukaan tanah menjadi dua kali lebih lama, dengan cara perhitungan jaraknya saja telah terang lebih jauh untuk mencapai permukaan tanah jadi mengakibatkan pertumbuhan tak seragam dan pertumbuhan tunas terganggu.
Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat tumbuh tanaman tebu jadi kondisi fisik dan kimia tanah menjadi media perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri atas beberapa tipe yg dilaksanakan dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan kronologis.
Pada prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC) dan tanaman bongkaran baru (RPC) merupakan sama tetapi untuk PC kegiatan persiapan lahan tak bisa dilaksanakan dengan cara intensif.
Hal tersebut dikarenakan oleh tata letak petak kebun, topografi maupun struktur tanah pada areal yg baru dibuka tetap belum tepat jadi kegiatan mesin/peralatan di lapang tak jarang terganggu. Pada areal tersebut tetap terdapat sisa - sisa batang/perakaran yg bisa mengganggu operasional mesin di lapang. Petak dibangun dengan ukuran 200 m x 500 m (10 ha) yg dibatasi oleh jalan produksi dan jalan kebun.
Pembajakan I berfungsi untuk membalik tanah dan memotong sisa - sisa kayu dan vegetasi awal yg tetap tertinggal. Peralatan yg dipakai adalah Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31 inci yg ditarik dengan Bulldozer 155 HP. Awal kegiatan pembajakan dimulai dari segi petak paling kiri, kedalaman olah mencapai 25 - 30 cm dan kapasitas kerja mencapai 0,8 jam/ha jadi untuk satu petak kebun (± 10 ha) diharapkan waktu 8 jam mesin operasi. Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan kedalaman diusahakan lebih dari 30 cm dan arah bajakan menyilang barisan tanaman tebu kurang lebih 450.
Pembajakan II dilaksanakan kurang lebih tiga minggu seusai pembajakan I dengan arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan kedalaman olah minimal 25 cm. Peralatan yg dipakai adalah Disc Plow 3 - 4 disc diameter 28 inci dan traktor 80 - 90 HP.
Kegiatan bakar sampah berfungsi untuk memudahkan operasional peralatan di areal bekas tebangan Bundled dan Loose Cane. Jika pengolahan tanah pertama menggunakan Rome Harrow, jadi kegiatan ini tak butuh dilakukan. Pembakaran sampah dilaksanakan seusai sampah kering dan arah bakaran wajib berlawanan dengan arah angin. Kapasitas kerja tergantung pada ketebalan sampah. Sampah tebal bekas tebangan Bundled Cane (hijau) merupakan 0,15 HK/ha dan sampah tipis bekas tebangan Bundled Cane (bakar) merupakan 3,00 HK/ha.
Penggaruan berfungsi untuk menghancurkan bongkahan - bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah. Penggaruan dilaksanakan merata pada seluruh areal dengan memakai alat Baldan Harrow yang ditarik oleh traktor 140 HP.
Pada areal RPC, tujuan penggaruan merupakan untuk menghancurkan bongkahan - bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan mematikan tunggul maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh areal bajakan dan menyilang dengan arah bajakan. Traktor yg dipakai merupakan traktor 120 HP dan alat Baldan Harrow dengan kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.
Pengumpulan akar merupakan kegiatan pengumpulan sisa - sisa kayu yg terangkat dampak pembajakan I, II dan pembuatan alur tanam, dilaksanakan dengan cara manual oleh tenaga kerja borongan. Akar maupun sisa - sisa kayu dikumpulkan dan ditumpuk dengan jarak 10 - 15 meter kemudian dibakar di areal tersebut.
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat bibit tanaman tebu. Alur tanam dibangun menggunakan Wing Ridger dengan kedalaman lebih dari 30 cm dan jarak dari sentra ke sentra merupakan 1,30 meter.
Pembuatan alur tanam dilaksanakan seusai pemancangan ajir. Traktor berjalan mengikuti arah ajir jadi alur tanam bisa lurus alias melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan wajib sedikit menyilang dengan kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan memudahkan pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada kawasan miring, arah kairan ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%), sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5% dibangun teras bangkun (Contour Bank). Kapasitas kerja merupakan kurang lebih 1 ha/jam.
Pada prinsipnya persiapan bibit yg ditanam di areal lahan kering sama dengan yg ditanam di sawah. Namun alasannya kondisi yg terlalu kering kadang dipakai pula bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan kering terdiri dari dua periode, yaitu.
Menjelang ekspresi lebih banyak didominasi kemarau (Mei - Agustus) pada kawasan - kawasan basah dengan 7 bulan basah dan kawasan sedang yaitu 5 - 6 bulan basah, alias pada kawasan yg mempunyai tanah lembab. Namun bisa juga diberikan tambahan air untuk periode ini.
Menjelang ekspresi lebih banyak didominasi hujan (Oktober - November) pada kawasan sedang dan kering yaitu 3 - 4 bulan basah.
Kebutuhan bibit yg akan ditanam merupakan 11 mata tumbuh per meter juringan. Selain itu juga, untuk menghindari penyulaman yg memperlukan anggaran besar. Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to end (nguntu walang). Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan ketersediaan bibit, butuh diketahui, pada umumnya kebutuhan air pada lahan kering tergantung pada turunnya hujan jadi kemungkinan tunas mati akan besar. Oleh alasannya itu, dengan over lapping atau double row, tunas yg nasib disebelahnya diinginkan bisa menggantikannya.
Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan tutorial sebagai berikut: bibit yg telah diangkut memakai keranjang diecer pada guludan supaya mudah dalam mengambilnya, kemudian bibit ditanam merata pada juringan/kairan dan ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri, untuk tanaman pertama pada lahan kering biasanya cenderung anakannya sedikit berkurang dibandingkan tanah sawah (reynoso), jadi jumlah bibit tiap juringan diusahakan lebih bila dibandingkan dengan lahan sawah (± 80 ku), dan bila pada ketika tanam curah terlalu tinggi, diusahakan tanam dengan cara glatimongup (bibit sedikit terlihat).
Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan bibit tebu yg tak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman keprasan supaya diperoleh populasi tebu yg optimal. Pelaksanaan penyulaman untuk bibit bagal dilakukan 2 minggu dan 4 minggu seusai tanam, sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2 minggu seusai tanam.
Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2 - 3 mata sebanyak dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yg telah dilubangi sebelumnya. Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang wajib segera dilaksanakan.
Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya. Gulma - gulma lebih banyak didominasi yg menjadi pesaing kuat yg berakibat merugikan terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian. Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium dan Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.
Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi pengendalian dengan cara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso, pengendalian lebih lebih banyak didominasi dilakukan dengan cara manual. Sementara itu di lahan kering lebih umum pengendalian gulma dengan cara kimia yg dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh). Herbisida yg dipakai tersaji dalam Tabel 15.
Tabel 15. Jenis dan Dosis Herbisida yg Digunakan
Waktu Aplikasi
Herbisida
Bahan Aktif
Dosis
Pre Emergence
Karmex
DMA
Diuron
2,4 - D Amin
2,50 kg/ha
1,50 kg/ha
Late Pre Emergence
Karmex
DMA
Amexon/Gesapax
Diuron
2,4 - D Amin
Ametrin
1,50 kg/ha
1,50 lt/ha
1,50 lt/ha
Post Emergence I
Amexon/Gesapax
DMA
Gramoxon
Sanvit
Ametrin
2,4 - D Amin
Paraguat
Surfaxtan
2,00 lt/ha
0,75 lt/ha
0,50 lt/ha
0,50 lt/ha
Post Emergence II
Gramoxon
Paraguat
2,50 lt/ha
Late pre emergence adalah pengendalian gulma yg dilakukan pada ketika gulma telah tumbuh dengan 2 - 3 daun dan tanaman tebu telah berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan alasannya terjadi keterlambatan aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada ketika gulma telah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 - 2 kali. Post emergence diaplikasikan dengan cara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.
Pengendalian gulma dengan cara mekanis dilakukan dengan menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada ketika pengemburan tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada ketika tanaman berusia 45 hari seusai tanam.
Pengendalian gulma dengan cara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada ketika kondisi tanaman tebu tetap dalam stadia peka kepada herbisida, gulma didominasi oleh gulma merambat, populasi gulma hanya spot - spot, ketersediaan tenaga kerja yg lumayan dan herbisida yg tak terdapat di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian gulma tak sama tergantung pada pengendalian gulma yg dilakukan.
Pembumbunan berfungsi untuk menutup tanaman dan menguatkan batang jadi pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selagi umur tanaman. Pelaksanaan pembumbunan dilakukan dengan cara manual alias dengan semi mekanis.
Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan penggemburan merupakan kegiatan yg berfungsi untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu terutama tanaman tebu ratoon dan menolong aerasi pada kawasan perakaran.
Pengemburan pada tanaman diharapkan peralatan terutama untuk mengendalikan gulma. Alat yg dipakai adalah Tyne Cultivator. Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berusia 45 hari seusai tanam (sebelum pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali dalam satu ekspresi lebih banyak didominasi tanam.
Untuk tanaman ratoon diharapkan alat yg bisa menolong menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan dua kali dalam satu ekspresi lebih banyak didominasi tanam. Alat yg dipakai untuk software pertama adalah Terra Tyne dan yg kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan seusai pemupukan II. Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller kedalaman minimal 40 cm.
Klentek merupakan sebuah kegiatan membuang daun tua tebu yg dilakukan dengan cara manual. Tujuan klentek merupakan untuk merangsang pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh, dan mencegah kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa. Untuk tebu lahan kering tak dilakukan klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi varietas dicari yg daun keringnya lepas apabila terkena angin. Sebagai konsekuensinya tebu lahan kering wajib dibakar apabila akan ditebang. Hal ini juga menjadi kriteria varietas tebu lahan kering, yaitu tahan bakar.
Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu berfungsi untuk mencegah terus meluasnya agresi hama /penyakit pada areal perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu upaya peningkatan produktivitas tebu. Beberapa hama yg umum menyerang antara lain: hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F), penggerek batang tebu (Chilo oirocilius dan Chilo sachariphagus), dan uret (Lepidieta stigma F).
Hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F) gejala; adanya loronggerekan pada bunda tulang daun, lorong gerekan yg lurus di bagian tengah pucuk tanaman hingga ruas belia di bawah titik tumbuh, titik tumbuh mati, daun belia menggulung dan mati. Setiap batang berisi satu ekor penggerek. Pencegahan; memakai bibit leluasa penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan dari tanaman glagah, pergiliran tanaman dengan padi/palawija. Pengendalian dengan cara biologis dilakukan dengan pelepasan Trichogama sp. Dalam bentuk telur yg disebut pias. Pengendalian dengan cara kimiawi dilakukan dengan pemberian 20 butir granular Furadan 3G/tanaman, software Furadan 3G pada tanah 25 kg/ha.
Penggerek batang tebu (Chilo supresalis dan Chilo sachariphagus) gejala bercak - bercak putih bekas gerekan pada daun kulit luar tak tembus, lorong gerekan dibagian dalam pelepah, lorong gerekan pada ruas-ruas, titik tumbuh mati jadi daun belia layu dan mati. Satu batang biasanya lebih dari satu penggerek. Pencegahan, memilih bibit yg leluasa penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan kebun, dan pergiliran tanaman. Pengendalian: pelepasan Trichogama sp. Sebanyak 12.000 - 40.000 ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis townsend (Lalat Jatiroto) sebanyak 30 – 60 ekor/ha, penyemprotan Thiodan 35 EC 3 l/ha alias Asodrin 15 WSC 51/ha.
Uret (Lepidieta stigma f) gejala; tanaman layu, daun kering kemudian mati, bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek dan disekitar perakaran terdapat uret. Pencegahan; pergiliran tanaman tebu dengan padi, dan palawija. Pengendalian: penangkapan uret dan kepik, penaburan insektisida Suscon blue 140 G 28 kg/ha.
Hama lain yg umumnya ada yaitu: kutu putih, tikus, ulat grayak, tetapi serangannya relatif kecil sekali jadi pengendaliannya lumayan dengan sanitasi kebun. Beberapa wilayah pabrik gula dalam pengendaliannya tetap mengutamakan dengan sanitasi lingkungan, musuh alami, dan memakai varietas tahan kepada semua hama, sedangkan penggunaan bahan kimia jarang dilakukan alasannya tingkat serangannya rata - rata tetap dibawah 5%.
Beberapa macam penyakit yg biasa menyerang di wilayah pabrik gula antara lain penyakit luka api, penyakit pokah bung, penyakit mozaik, penyakit noda kuning, tetapi yg mendapat perhatian merupakan penyakit Ratoon Stunting Desease (RSD) yg dikarenakan oleh virus. Gejalanya merupakan batang tebu menjadi sedikit lebih singkat dan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yg sehat, bila tanaman tebu dibelah terkesan berwarna jingga alias merah belia dibagian bawah buku. Pengendaliannya bisa memakai varietas tahan, alat pemotong dengan deinfektan Lisol 10% alias dengan perlakuan air panas pada bibit dengan suhu air 500 C selagi 2 - 3 jam. Serangan penyakit yg selagi ini menyerang nyatanya tetap dibawah 5%, jadi perbuatan yg tak sedikit dilakukan merupakan dengan sanitasi kebun dan memakai varietas tahan.
Dosis pupuk yg dianjurkan untuk tebu lahan kering tanaman pertama (TRIT I) merupakan 8 ku ZA, 2 ku SP36 dan 3 ku KCl tiap hektar dengan software 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan pada ketika tanam sebagai pupuk dasar dengan 1/3 dosis ZA dan seluruh SP 36 dan KCl. Pemupukan 2 dilakukan pada ketika tanaman berusia kurang lebih 1,5 bulan yaitu pada awal ekspresi lebih banyak didominasi hujan dengan 2/3 dosis ZA.
Aplikasi pupuk dilakukan dengan mengalurkan ditepi tanaman kemudian ditutup dengan tanah. Pengaplikasian pupuk dengan bantuan traktor tangan telah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan penutupan alur sekaligus pembumbunan. Alat yg dipakai adalah chissel plow ditarik dengan traktor tangan.
Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu taksasi hasil perencanaan tebang berdasarkan analisis pendahuluan kemasakan tebu dan tabang angkut.
Taksasi hasil dilakukan untuk menaksir hasil tebu yg akan diperoleh nantainya, jadi bisa direncanakan berapa lama hari giling, berapa tenaga kerja yg wajib disiapkan dan berapa tak sedikit bahan pesuruh di pabrik yg wajib disediakan. Umumnya taksasi dilakukan 2 kali yaitu di bulan Desember dan Februari. Taksasi dilakukan dengan menghitung tebu dengan sistim sampling dan dipakai rumus
Dimana.,
Y = hasil taksasi tebu per hektar
Jml bt/m juring = hasil perhitungan jumlah batang tebu per m juring
Jml juring/ha = banyaknya juringan per ha (yang ada di lapangan)
Tinggi bt = diukur hingga titik patah (± 30 cm dari pucuk)
Bobot bt = bobot batang per m yg diperoleh dari data tahun sebelumnya
Panen dilaksanakan pada ekspresi lebih banyak didominasi kering yaitu kurang lebih bulan April hingga Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan persoalan kemudahan transportasi tebu dari areal ke pabrik dan tingkat kemasakan tebu akan mencapai optimum pada ekspresi lebih banyak didominasi kering.
Kegiatan pemanenan diawali dengan bagian persiapan yg dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan acara tebang, penentuan kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang, persiapan peralatan tebang dan pengangkutan, dan persiapan sarana dan prasarana tebang.
Untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu dan sekaligus untuk memperkirakan waktu yg cocok penebangan tebu, dilaksanakan analisis kemasakan tebu (Maturity Test). Analisis kemasakan tebu dilaksanakan tiga kali dengan interval 2 minggu (satu ronde), pada ketika tanaman menginjak umur delapan bulan. Kegiatan tersebut dimulai dengan pengambilan tanaman contoh yg diawali, batang contoh ditentukan minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris dari barisan pinggir.
Tanaman contoh diberi tanda untuk memudahkan pengambilan contoh berikutnya. Setiap kali analisis diharapkan 15 - 20 batang alias sebanyak dua rumpun tebu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran tinggi batang, dan penggilingan untuk memperoleh nira tebu. Selanjutnya dilakukan pengukuran persen brix, pol dan purity dari setiap contoh. Data pol yg diperoleh dipetakan pada peta kemasakan tebu yg akan dipakai sebagai info untuk lokasi tebu yg telah layak panen.
Prioritas penebangan dilakukan dengan memperhatikan faktor lain tidak hanya kemasakan, yaitu jarak kebun dari pabrik, kemudahan transportasi, keamanan tebu, kesehatan tanaman, dan faktor tenaga kerja.
Digunakan dua metode penebangan yaitu tebu hijau (Green Cane) dan tebu bakar (Burn Cane). Metode tebu hijau merupakan memangkas tebu dalam kondisi tanpa ada perlakuan pendahuluan, sedangkan tebu bakar merupakan dilakukan pembakaran sebelum tebang untuk memudahkan penebangan dan mengurangi sampah yg tak perlu. Tebu di Jawa dilakukan tanpa bakar, sedangkan di luar Jawa terutama Lampung ± 90% dilakukan dengan bakar.
Tebang dilakukan dalam tiga sistem tebangan yaitu Bundled Cane (tebu ikat), Loose Cane (tebu urai) dan Chopped Cane (tebu cacah). Pelaksanaan di lapangan tebang tetap dimominasi dengan manual, alasannya dari segi nilai tetap lebih baik dibandingkan dengan mesin tebang.
Tebangan ini dilaksanakan dengan cara manual, baik pada ketika penebangan maupun pemuatan tebu ke dalam truk. Pemuatan/pengangkutan tebu dari areal ke pabrik dilkasanakan mulai jam 5.00 - 22.00 WIB dengan memakai truk (los bak maupun ada baknya). Truk yg dipakai terdiri atas truk kecil dengan kapasitas angkut 6 - 8 ton dan truk besar dengan kapasitas angkut 10 - 12 ton. Saat pemuatan tebu ke dalam truk dalam kondisi lahan tak basah, truk masuk ke areal dan lintasan truk tak memotong barisan tebu. Perjalanan truk dari areal ke pabrik sesuai dengan rute yg telah ditetapkan dengan kecepatan maksimun 40 km/jam.
Pembongkaran muatan dilaksanakan di Cane Yard (tempat penampungan tebu sebelum giling) seusai penimbangan, dengan memakai patok beton (Cane Stacker) alias eksklusif ke meja tebu (Direct Feeding).
Tebangan loose cane merupakan sistem tebangan semi mekanik. Penebangan tebu dilaksanakan dengan cara manual sedangkan pemuatan tebu ke Trailer atau truk menggunakan Grab Loader. Pembongkaran tebu dilaksanakan di tempat penampungan tebu (Cane Yard) eksklusif ke meja tebu (Feeding Table).
Penebangan loose cane menggunakan sistem 12 : 1, artinya setiap 12 baris ditebang dan ditumpuk menjadi satu tumpukan, dilaksanakan oleh dua orang. Tumpukan tebu diletakkan pada barisan ke 6 – 7, sedangkan sampah pada barisan ke 1 dan 12. Penebangan wajib rata dengan tanah dan sampah yg terbawa ke pabrik tak boleh lebih dari 6%.
Sistem penebangan tebu cacah dilaksanakan dengan memakai alat Bantu berupa mesin Cane Harvester. Penebangan sistem ini dipakai sebagai peyangga alias pesuruh untuk memenuhi guota pengiriman tebu.
Untuk pengoperasian Cane Harvester secara optimal diharapkan kondisi areal yg relatif rata, kondisi tebu tak tidak sedikit yg roboh, kondisi areal bersih dari sisa - sisa kayu/tunggul, tak tidak sedikit gulma merambat, petak tebang dalam kondisi utuh kurang lebih 10 ha dan kondisi tanah tak basah.
Pengangkutan dilaksanakan dengan memakai truk yg ada baknya (truk box), faktor tersebut berkaitan dengan hasil tebangan Cane Harvester berbentuk potongan dengan panjang 20 - 30 cm. Pada ketika pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan Chopped Cane harus diprioritaskan, tebu eksklusif ditampung di meja tebu (feeding table).
Untuk memperlancar pekerjaan di lapangan dan memperoleh hasil yg baik dan efisien diharapkan peralatan mesin pertanian yg sesuai dengan tipe pekerjaan. Alat dan mesin pertanian yg ada merupakan alat standar bagi satu kebun tebu dengan luasan tanaman 18.000 ha.
Anonymous Author from the Internet
Ensiklopedia Dunia by PustakaDunia.com