Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
in feeds
250x250

Nasib Bajak Sawah Tradisional

Nasib Bajak Sawah Tradisional

Nasib Bajak Sawah Tradisional

Sebagai penduduk negara agraris, siapa yg tidak kenal bajak sawah? Dahulu, alat tradisional yg ditarik fauna ternak untuk mengolah tanah tersebut sangat diandalkan. Namun seiring berkembangnya teknologi pertanian, kehadiran bajak sawah tradisional itu mulai hilang jadi mengancam pola pertanian terpadu antara tanaman dan ternak.

Di masa lampau, bajak sawah menjadi alat harapan para petani mengolah tanah pertanian menggantikan cangkul yg dirasa tidak lebih praktis. Namun, dikala ini kehadiran alat pertanian yg mempercayakan fauna ternak semacam sapi, kuda, maupun kerbau tersebut mulai langka, sebab tergeser oleh kemudahan mesin traktor berbahan bakar minyak. 

Salah satu petani, pemilik bajak sawah tradisional di lereng Gunung Merapi, Desa Sedayu, Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang Jawa Tengah, Karyanto mengaku dikala ini dia telah jarang mendapat order dari para petani di daerahnya.

"Hewan kerbau di sangkar ada dua ekor, sekarang lebih tidak sedikit nganggur, hanya sebagai klangenan (peliharaan hobi) saja sebab telah jarang dipakai mbajak," ungkap Karyanto. Dahulu, lanjut Karyanto, pekerjaan membajak sawah sangat menjanjikan. Setiap minggu tidak sempat sepi order dari para petani dari desa-desa wilayah Muntilan. 

"Karena dahulu tidak sedikit pekerjaan membajak sawah, saya hingga mempunyai tiga ekor kerbau dan dua ekor sapi dengan enam luku (rangkaian kayu bajak sawah). Namun dikala ini telah tidak dapat diandalkan lagi," lanjutnya. Harga jasa penyewaan bajak sawah tradisional di pelosok dusun lebih terjangkau hanya Rp. 50.000 hingga Rp. 75.000 per hari dibanding traktor mesin yg minimal Rp. 100.000 per hari. 

Selain itu traktor sawah tradisional mempunyai tidak sedikit keunggulan, salah satunya tekstur keadaan tanah alias dalam bahasa Jawa biasa disebut 'angleran' yg akan terjadi pekerjaan bajak tradisional teksturnya lebih halus dan pori-pori tanah lebih mengembang, jadi air mudah menolong proses ubah limbah organik paska panen menjadi humus. "Bajak sawah memakai fauna mempunyai kelebihan, yakni kaya akan pupuk organik dari kotoran fauna ternak yg dipakai tersebut," terperinci Karyanto. 

Lebih lanjut, petani berumur 49 tahun ini mengungkapkan, proses kerja traktor mesin mempunyai kekurangan juga, diantaranya tanah yg diolah memakai traktor strukturnya kasar sebab pijakan mesin traktor tidak intensif dibanding dengan pijakan fauna kerbau maupun sapi. 

"Kesuburan tanah menjadi berkurang disebabkan bahan kimia sebagai bahan bakar penggerak traktor akan mencemari tanah menjadi lebih keras," tuturnya. 

Nasib semua kelengkapan bajak sawah milik Karyanto pun dikala ini teronggok, lebih tidak sedikit menganggur, menantikan lapuk. "Mau dipasarkan sayang, sebab dua alat bajak sawah yg tetap tersisa di rumah tidak sedikit kenangannya," tutupnya.   

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel