Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
in feeds
250x250

Kumpulan Mesin Mesin Pertanian Canggih Karya Anak Bangsa

Kumpulan Mesin Mesin Pertanian Canggih Karya Anak Bangsa

Kebijakan digitalisasi e-katalog dalam pengadaan alsintan yang dilakukan Kementan selain bisa menghemat anggaran negara Rp 1,2 triliun juga berpengaruh terhadap peningkatan degree mekanisasi pertanian di Indonesia.

“Pada tahun 2014, degree mekanisasi pertanian hanya 0,14. Pada tahun 2018 kemarin meningkat signifikan menjadi 1,68,” jelas Sarwo Edhy Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan.

Teknologi alsintan untuk petani pun dikembangkan agar lebih bisa mengefisiensikan usaha tani dengan menggunakan teknologi yang dibenamkan alat kecerdasan buatan dan robotic. Kementan telah menguji efisiensi lima alsintan yang berbasis teknologi 4.0, yaitu atonomous tractor, robotic tanam, drone sebar pupil, autonomous mix, dan panen olah tanah terintegrasi.

“Kelima alsintan berbasis teknologi 4.0 ini bila dibandingkan alsintan konvensional meningkatkan efisiensi waktu kerja berkisar 51 hingga 82 persen. Sementara efisiensi biaya berkisar 30 hingga 75 persen,” beber Edhy.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat meresmikan Program Pertanian 4.0 di Desa Junwangi, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/6), menyampaikan bahwa teknologi 4.0 diimplementasikan di pertanian Indonesia sesuai arahan Presiden Jokowi. Diharapkan pemanfaatan Pertanian 4.0 dapat meningkatkan efisiensi waktu kerja dan efisiensi biaya secara signifikan, serta memberikan keuntungan bagi petani.

Mesin Pertanian Canggih Karya Anak Bangsa
"Ini hasil anak-anak bangsa, Anda lihat mesin pertanian sudah bisa bergerak tanpa awak. Alat-alat mesin pertanian ini sudah memanfaatkan IT, mulai dari mesin pengolah lahan, drone penebar benih dan pupuk serta alat panen. Dengan begitu, semua biaya menjadi lebih efisien, efektif, transparansi dan akuntabel, " ujar Amran.

Mekanisasi mampu mengurangi kerugian petani, baik saat menanam maupun panen. Menurut Amran, kehilangan atau losses saat panen biasanya terjadi saat pemotongan, Perontokan, Pengeringan, dan diperhitungkan bisa mencapai 10 persen. Namun panen dengan menggunakan mix harvester hanya 1% - 3%.

"Jauh sangat efisien dan menguntungkan petani. Efisiensi kerja dengan menggunakan alsintan dapat terlihat dalam waktu kerja olah tanah yang biasanya bila manual butuh 320-400 jam/hektare, kini dengan alsintan hanya butuh 4-6 jam per hektare atau 97.4% lebih efisien dan menghemat biaya kerja hingga 40% (hanya 1.2 juta per hektare bila sebelumnya 2 juta per hektare),” terang Amran.

Efisiensi waktu juga berpengaruh terhadap alokasi tenaga kerja yang akhirnya akan mempengaruhi efisiensi biaya. Berdasarkan uji yang dilakukan oleh Kementan, mekanisasi telah mampu menurunkan biaya produksi sekitar 30an disisi lain mampu meningkatkan produktivitas lahan 33,83%.

Dukungan terhadap upaya pemerintah mewujudkan Pertanian 4.0 datang dari Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Imam Santoso. Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Teknologi Pertanian Indonesia (FKPT-TPI) tersebut menyampaikan bahwa sektor pertanian harus sudah mengimplementasikan teknologi dalam proses pertanian dari hulu sampai dengan ke hilir.

"Di period serba digital ini, sektor pertanian harus sudah mulai menggunakan teknologi. Dengan teknologi semua akan menjadi efektif dan efisien. Begitupula target yang akan dicapai akan lebih realistis, karena teknologi itu identik dengan presisi tinggi. Selain itu, untuk makin meningkatkan keberhasilan pertanian presisi ini perlu didukung juga oleh pengembangan agroindustri 4.0, yang mengintegrasikan hulu hilir secara efektif dan efisien, \" ujar Imam.

Imam menyampaikan bahwa pertanian presisi (precision agriculture) atau pertanian terukur, atau yang lebih dikenal dengan precision farming, merupakan konsep pertanian berbasis teknologi yang dalam pendekatannya bertumpu pada observasi dan pengukuran yang nantinya akan menghasilkan data untuk menentukan kegiatan kerja bercocok tanam yang efektif dan efisien.

Angkat Pendapatan Petani

Mekanisasi pertanian yang telah dilakukan dinilai telah mampu meningkatkan pendapatan petani, meskipun harga yang diterima petani menurun (deflasi) akibat produksi melimpah, akan tetapi karena tambahan penghematan biaya dan kenaikan produksi akibat mekanisasi mampu mengkonpensasi turunnya harga yang diterima petani, sehingga tidak berdampak terhadap turunnya Nilai Tukar Petani (NTP).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Mei 2019 tercatat sebesar 102,61 atau meningkat 0,38 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

rata-rata NTP tahun 2019 dari Januari - Mei pun masih menjadi catatan terbaik selama enam tahun terakhir.

NTP Januari – Mei 2019 bila dirata-ratakan mencapai 102.77, lebih tinggi 0,91 persen bila dibandingkan capaian NTP Januari – Mei 2014 senilai 101.86, atau lebih tinggi 0.61 persen dibandingkan capaian periode yang sama pada tahun 2018 senilai 102.16.

“NTP menunjukkan nilai tukar dari produk-produk pertanian terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga termasuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani,” ungkap Kepala BPS Suharyanto.

Inflasi bahan makanan turun dalam sejarah Indonesia mencapai 1,26% pada tahun 2017 dimana pada tahun 2013 masih sekitar eleven,35 persen. Meski inflasi menurun, nyatanya daya beli dan kesejahteraan petani tetap membaik, yang ditandai meningkatnya NTUP sebesar 5,55n NTP sebesar 0,42% selama periode 2014-2018. Secara khusus, menyebabkan jumlah penduduk miskin di perdesaan turun dari 14,17% pada tahun 2014 menjadi 13,20% pada tahun 2018.

Lebih lanjut data BPS mencatat, PDB sektor pertanian naik Rp 400 triliun sampai Rp 500 triliun. Total akumulasi mencapai Rp 1.370 triliun. Kemudian, pertumbuhan ekonomi pertanian 2018 mencapai 3,7%. Angka tersebut melampaui target yang ditetapkan pemerintah 3,5%.

Kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Agung Prabowo juga menambahkan mekanisasi mampu menghemat penggunaan tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah produksi sehingga menyebabkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian meningkat.

“Selama tahun 2014-2018, produktivitas tenaga kerja sektor pertanian meningkat 20,35%, dari sebesar Rp 23,29 juta per orang pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp 28,03 juta per orang pada tahun 2018,” pungkasnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel