Menuju Indonesia Sehat Dengan Pertanian Organik
Kesehatan merupakan salah satu prinsip dasar dari dikembangkannya pengolahan pertanian organik. Revolusi hijau yang dilakukan Indonesia yang dimulai sekitar tahun 1960 an telah berhasil meningkatkan ekonomi nasional yang ditopang dari sektor pertanian. Keberhasilan tersebut terbukti dengan dicapainya swasembada pangan dan menjadikan Indonesia sebagai negara utama pengekspor gula. Namun keberhasilan revolusi hijau hanya berjalan sesaat saja, sejarah menyebutkan bahwa peningkatan ekonomi Indonesia mulai tercapai pada tahun 1966 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 500%. Kemudian pada tahun 1984 revolusi hijau telah merubah Indonesia yang semula adalah negara pengimpor beras terbesar menjadi negara yang telah mampu berswasembada pangan. Namun di tahun 1985 hingga seterusnya Indonesia kembali menjadi negara pengimpor beras yang jumlahnya kian tahun kian bertambah.
Dibalik keberhasilan tersebut ternyata revolusi hijau telah meninggalkan dampak negatif yang bisa kita rasakan sekarang ini. Dampak tersebut antara lain :
- Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.
- Penurunan keanekaragaman hayati.
- Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk dan struktur tanah menjadi kenyal/tidak gembur (orang jawa bilang keplak)
- Penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten
Dampak negatif tersebut tidak sepenuhnya revolusi hijau saja yang pantas disalahkan namun petani sendiri sebagai pelaku usaha pertanian juga menanggungnya. Karena sebagian besar petani tidak melaksanakan batasan-batasan dari program tersebut, seperti pemakaian bahan-bahan kimia sintetis (Pupuk dan pestisida) secara berlebihan. Hal tersebut dilakukan demi mencapai hasil produksi yang maksimal. Kenyataan dilapangan saat ini kebutuhan pupuk kian meningkat tiap musimnya. Semula dengan pupuk 200 kg / Ha tanaman sudah mampu mencapai hasil yang maksimal tapi kini dengan pupuk 500-700 kg/Ha produksinya justru menurun karena tanaman menjadi ketergantungan terhadap pupuk.
Sudah saatnya para petani menyadari akan dampak negatif yang ditimbulkan jika tidak ingin dampaknya semakin parah. Faktor kebiasaan yang salah seperti : pemakaian pupuk full kimia, pembakaran jerami sisa panen, pemakaian pestisida tanpa melihat tingkat serangan hama/penyakit dll harus dibenahi sedikit demi sedikit. Salah satu alasan sulitnya merubah kebiasaan tersebut adalah kekhawatiran petani akan menurunnya produksi bahkan gagal panen jika meninggalkannya. Selain faktor SDM yang kurang memadai, hasil dari usahanya bertani adalah satu-satunya sumber pendapatan bagi petani, sehingga sebagian besar petani tidak ingin berspekulasi dengan merubah kebiasaan tersebut.
Penulis berharap melalui tulisan ini akan datang generasi penerus yang berkenan terjun disektor pertanian yaitu para petani muda yang mungkin saat ini sedang membaca tulisan ini untuk bergerak sebagai pelopor di daerahnya menuju Indonesia sehat yang berkelanjutan dengan pengolahan pertanian secara organik. Mari bersama membangun bangsa Indonesia sehat.